Cerita Seru: Bayangan Yang Mengintai Di Balik Dupa
Bayangan yang Mengintai di Balik Dupa
Asap dupa cendana meliuk-liuk, menari pelan di antara ukiran kayu jati. Aroma yang menenangkan, ironisnya, tak mampu meredakan gemuruh badai di dada Mei Hua. Di ruang kerjanya yang serba tenang, ia duduk tegak, punggungnya menyentuh sandaran kursi, anggun bagai lukisan. Gaun sutra berwarna lilac yang dikenakannya menyembunyikan kerapuhan di baliknya.
Di tangannya, tergeletak sepucuk surat. Surat pengakuan. Surat yang membongkar tirani kebohongan bertahun-tahun.
Li Wei. Nama itu terukir dalam benaknya, kini bukan lagi sebagai melodi indah, melainkan sebagai derit pintu neraka. Senyum Li Wei, yang dulu bagai mentari pagi, kini terasa seperti bayangan dingin di musim dingin. Pelukannya, yang dulu Mei Hua anggap sebagai perlindungan, kini terasa seperti lilitan ular berbisa.
"Aku mencintaimu, Mei Hua. Selamanya," bisiknya dulu, di bawah rembulan purnama. Janji itu kini berwujud belati, menusuk jantungnya tanpa ampun. Li Wei, pria yang telah bersumpah sehidup semati, telah memilih wanita lain. Wanita yang menawarkan harta dan kekuasaan, bukan hanya cinta yang tulus.
Mei Hua tidak menangis. Air matanya sudah mengering sejak lama. Ia terlalu lama hidup di dunia yang dipenuhi intrik dan ambisi. Ia tahu, air mata hanya akan menunjukkan kelemahan. Dan Mei Hua, meskipun terluka, tidak akan pernah membiarkan dirinya terlihat lemah.
Ia bangkit, berjalan mendekati jendela. Pemandangan kota Shanghai di malam hari terhampar di hadapannya. Lampu-lampu berkelip, bagai bintang-bintang yang jatuh ke bumi. Mei Hua menarik napas dalam-dalam, membiarkan udara dingin menyapu wajahnya.
Rencana balas dendamnya telah tersusun rapi, bagai orkestra yang siap dimainkan. Bukan dengan darah, bukan dengan kekerasan. Melainkan dengan penyesalan abadi.
Mei Hua tahu betul, Li Wei terobsesi dengan warisan keluarganya, perusahaan tekstil yang telah berdiri selama beberapa generasi. Perusahaan yang menjadi simbol kekuasaan dan kehormatannya.
Dengan gerakan gemulai, Mei Hua mengambil telepon. Suaranya tenang, namun dingin bagai es.
"Tolong hubungkan saya dengan Tuan Zhang. Saya ingin menawarkan investasi yang sangat menarik."
Malam itu, Mei Hua tersenyum. Senyum yang tidak lagi polos, melainkan dipenuhi dengan tekad yang membara. Investasi itu memang menarik. Terlalu menarik untuk ditolak. Namun, di balik keuntungan besar, tersembunyi jerat yang akan menghancurkan Li Wei hingga ke akar-akarnya. Ia akan kehilangan segalanya. Harta, kekuasaan, dan yang terpenting… harga dirinya.
Mei Hua tahu, Li Wei akan menyesal. Penyesalan yang akan menghantuinya seumur hidupnya. Ia akan melihat, cinta yang tulus yang ditolaknya, justru menjadi pedang yang menusuknya dari belakang.
Balas dendam Mei Hua terasa manis. Namun di balik manisnya, tersembunyi pahitnya kehilangan. Kehilangan kepercayaan. Kehilangan harapan. Kehilangan sosok Li Wei yang pernah ia cintai.
Ia kembali duduk di kursinya, menatap dupa yang terus mengepulkan asap. Asap yang membawa serta kenangan pahit dan janji-janji palsu.
Cinta dan dendam lahir dari tempat yang sama… dari sebuah hati yang pernah percaya.
You Might Also Like: 7 Fakta Arti Mimpi Masuk Rumah Burung