FULL DRAMA! Ratu Itu Menulis Surat Cinta, Tapi Mengirimkannya Bersama Racun.
Babak 1: Surat Ungu dan Anggur Berbisa
Istana Chang'an bermandikan cahaya bulan yang pucat. Di kamarnya yang megah, Ratu Xue Lian, seorang wanita dengan kecantikan yang memukau dan kecerdasan yang tak tertandingi, duduk di depan meja rias dari kayu cendana. Jemarinya yang lentik menari di atas kuas, menorehkan kata demi kata di atas kertas sutra berwarna ungu. Sebuah surat cinta.
Surat itu ditujukan kepada Jenderal Li Wei, sang pahlawan perang yang gagah berani, kekasih hatinya yang tersembunyi. Kata-kata yang tertulis di sana bagai embun pagi yang menyegarkan, penuh dengan harapan, kerinduan, dan janji setia abadi. Xue Lian tersenyum tipis. Senyum yang menipu, karena di balik keanggunannya tersembunyi badai yang dahsyat.
Di samping surat ungu itu, terletak sebuah botol porselen kecil berisi cairan bening. Racun. Bukan sembarang racun, tapi racun yang akan melumpuhkan saraf, meninggalkan korbannya hidup dalam penyesalan abadi.
"Jenderal Li Wei," bisiknya lirih, suaranya selembut sutra namun mengandung duri tersembunyi. "Kau memilih tahta daripada cintaku. Kau memilih kekuasaan daripada aku."
Beberapa bulan lalu, Li Wei berjanji akan melarikan diri bersamanya. Mereka akan hidup bahagia, jauh dari intrik istana yang kejam. Namun, ambisi telah membutakan matanya. Ia menerima tawaran pernikahan politik dengan putri kerajaan lain, sebuah aliansi yang akan mengukuhkan posisinya di istana.
Pelukan yang beracun, pikir Xue Lian, mengingat sentuhan Li Wei yang dulu terasa begitu hangat. Janji yang berubah jadi belati. Setiap kenangan indah kini terasa seperti serpihan kaca yang menusuk jantungnya.
Babak 2: Elegi di Balik Tirai Sutra
Xue Lian mengirimkan surat itu bersama anggur yang telah dicampur racun. Ia memerintahkannya untuk disajikan pada jamuan makan malam yang akan dihadiri Li Wei. Ia sendiri akan hadir, menyaksikan kehancurannya dari kejauhan.
Malam itu, Xue Lian mengenakan gaun sutra berwarna merah delima, warna yang melambangkan cinta dan dendam. Ia duduk di singgasananya, anggun dan tak tersentuh. Matanya yang tajam mengamati setiap gerakan Li Wei.
Ketika Li Wei meneguk anggur itu, Xue Lian merasakan sakit yang menusuk di dadanya. Ia mencintai pria itu, sungguh. Tapi pengkhianatannya terlalu dalam untuk dimaafkan. Ia menyaksikan bagaimana rona wajah Li Wei berangsur-angsur berubah pucat, bagaimana ia mencengkeram dadanya dengan panik, bagaimana tatapan matanya dipenuhi kebingungan dan… penyesalan.
Tidak ada yang tahu bahwa Xue Lian adalah dalang di balik semua ini. Ia berhasil menyembunyikan lukanya di balik topeng keanggunan. Ia tetap tenang, bahkan ketika Li Wei jatuh tersungkur di hadapannya.
Babak 3: Bisikan Penyesalan
Li Wei tidak mati. Racun itu hanya melumpuhkannya. Ia akan hidup, terperangkap dalam tubuh yang tak berdaya, menyaksikan kemuliaan Xue Lian yang semakin bersinar. Ia akan menyaksikan ratu yang dulu dicintainya, memerintah dengan bijaksana dan adil, dicintai oleh rakyatnya. Ia akan hidup dengan penyesalan abadi, menyadari betapa bodohnya ia telah menukar cinta sejati dengan ambisi sesaat.
Beberapa tahun kemudian, Xue Lian mengunjungi Li Wei di kediamannya yang terpencil. Ia duduk di samping tempat tidurnya, menatap wajahnya yang keriput dan penuh penyesalan.
"Kau tahu," bisik Xue Lian, suaranya nyaris tak terdengar. "Aku tidak pernah benar-benar membencimu. Aku hanya… ingin kau mengerti apa yang telah kau hilangkan."
Ia bangkit dan berjalan menuju pintu. Sebelum pergi, ia menoleh sekali lagi.
"Penyesalanmu adalah hukuman yang lebih berat daripada kematian."
Xue Lian meninggalkan kediaman itu dengan langkah ringan. Ia tahu bahwa ia telah mendapatkan balas dendamnya. Bukan dengan darah, tapi dengan penyesalan abadi. Balas dendam yang terasa manis dan pahit sekaligus.
Ia menutup matanya sejenak, merasakan angin malam menerpa wajahnya. Di dalam hatinya, ia tahu bahwa ia tidak akan pernah melupakan Li Wei. Cinta dan dendam… lahir dari tempat yang sama.
You Might Also Like: 0895403292432 Cari Skincare Aman Ini