Dracin Terbaru: Kau Memegang Tanganku Di Balik Tirai, Sementara Dunia Bersorak Atas Kebohongan
Hujan jatuh di atas makam keluarga Li, tetesnya bagai air mata langit yang tak pernah kering. Dingin merayapi marmer, menembus hingga tulang. Di dunia sana, pesta dansa megah sedang berlangsung. Tawa riang bergema, gelas-gelas anggur berdenting, dan lagu-lagu cinta palsu dilantunkan. Di sini, hanya ada keheningan dan bayang-bayang ABADI.
Aku, Li Wei, berdiri di ambang keduanya. Bukan lagi manusia, bukan pula sepenuhnya arwah. Hanya gema. Gema janji yang tak terucap, kebenaran yang tertelan dusta. Tanganku, tembus pandang dan dingin, terulur ingin menyentuh dunia yang dulu kupijak. Dunia yang kini bersorak atas kebohongan yang telah merenggut nyawaku.
Tiga tahun lalu, di malam yang sama, di pesta yang sama, aku menghembuskan napas terakhir. Racun. Bisikan-bisikan keji. Senyum palsu yang menutupi niat busuk. Semua menari di sekelilingku, sementara aku merasakan kegelapan menjalar. Yang paling menyakitkan adalah tatapan Yu Mei, kekasihku. Mata yang seharusnya memancarkan cinta, kini dipenuhi ketakutan dan… PENOLAKAN.
Aku kembali bukan untuk membalas dendam, meskipun godaan itu begitu kuat. Nafas dendam begitu menyesakkan jiwa. Aku kembali untuk mencari kedamaian. Untuk meluruskan kebenaran yang dikubur dalam-dalam di balik tirai dusta.
Setiap malam, aku mengamati mereka. Yu Mei, kini menjadi Nyonya Li, istri sah kakakku, Li Zhao. Dia mengenakan gaun-gaun indah, tersenyum pada semua orang, tapi matanya kosong. Li Zhao, si licik, si pembunuh. Dia menikmati kejayaannya, tertawa di atas pusaraku. Namun, ada sesuatu yang mengganjal dalam diri mereka. Sebuah RAHASIA yang terus berdenyut di balik senyum dan sandiwara.
Aku mengikuti Yu Mei ke taman, ke tempat kami dulu berjanji sehidup semati. Di bawah pohon sakura yang kini berguguran, dia menangis. Air matanya tulus, membasahi tanah tempat cintaku dikubur.
"Wei," bisiknya, suaranya bergetar. "Aku tahu kau ada di sini. Maafkan aku. Aku tidak punya pilihan."
Perlahan, tirai kebenaran mulai tersibak. Yu Mei dijebak. Li Zhao mengancam nyawa keluarganya jika dia tidak menuruti perintahnya. Racun itu, bukan dia yang memberikannya. Dia hanya menyaksikan, tak berdaya.
Malam demi malam, aku mengumpulkan kepingan-kepingan masa lalu. Petunjuk demi petunjuk, tersembunyi dalam surat-surat cinta yang disembunyikan Yu Mei, dalam bisikan-bisikan para pelayan, dalam mimpi-mimpi buruk Li Zhao. Akhirnya, aku menemukan bukti yang tak terbantahkan. Sebuah pengakuan yang direkam diam-diam oleh Yu Mei, sebelum tragedi itu terjadi.
Dengan sisa-sisa kekuatanku, aku membimbing tangan Yu Mei. Di balik tirai, aku memegang tangannya. KAU memegang tanganku, sementara dunia bersorak atas kebohongan. Bersama, kami menyerahkan rekaman itu kepada hakim agung.
Kebenaran terungkap. Li Zhao dijatuhi hukuman mati. Yu Mei, dibebaskan dari belenggu dosa. Kedamaian mulai menyelimuti diriku. Bukan karena balas dendam, tapi karena keadilan telah ditegakkan.
Namun, masih ada satu hal yang harus aku lakukan.
Aku berdiri di samping Yu Mei, di depan makamku. Hujan masih turun, tapi kini rasanya seperti berkat. Aku menyentuh pipinya, merasakan kehangatan sesaat.
"Pergilah," bisiknya. "Beristirahatlah dengan tenang."
Aku tersenyum, bukan karena kesedihan, bukan pula karena kebahagiaan. Hanya… sebuah kelegaan ABADI.
...dan hembusan angin dingin terasa seperti ciuman terakhir.
You Might Also Like: Drama Seru Aku Menatap Lukisanmu Dan