Senyum Yang Menyembunyikan Rasa Takut
BAB I: Bunga Plum di Tengah Hujan Musim Semi
Seratus tahun telah berlalu sejak janji itu terucap di bawah pohon plum yang sedang bermekaran. Seratus tahun sejak dosa itu menorehkan luka yang tak tersembuhkan. Kini, di Shanghai yang gemerlap, Lin Mei menatap hujan musim semi yang membasahi jendela apartemennya. Aroma plum yang basah membuatnya tanpa sadar memejamkan mata. Bukan aroma Shanghai, pikirnya, tapi aroma sesuatu yang lebih tua, lebih dalam.
Dia, Lin Mei, adalah seorang desainer interior muda yang sukses, dikenal karena senyumnya yang manis dan pembawaannya yang tenang. Namun, di balik senyum itu, tersembunyi rasa takut yang abadi, ketakutan yang bahkan tidak dia mengerti sepenuhnya. Mimpi buruk berulang tentang seorang pria dengan mata sedih dan pedang berlumuran darah menghantuinya setiap malam.
"Kau melamun lagi, Mei?" suara lembut dari sahabatnya, Zhao Wei, membuyarkan lamunannya. Zhao Wei, seorang dokter muda yang ceria, adalah satu-satunya orang yang tahu tentang mimpi buruk Lin Mei.
"Hanya… aroma plum ini membuatku merasa aneh," jawab Lin Mei, berusaha tersenyum.
Namun, takdir punya cara unik untuk mengintervensi.
BAB II: Suara dari Masa Lalu
Kehidupan Lin Mei berubah drastis ketika dia ditunjuk untuk mendesain interior rumah baru seorang pengusaha muda bernama Jiang Feng. Jiang Feng adalah pewaris konglomerat terbesar di China, berwajah tampan dengan aura dingin dan misterius. Namun, ketika Jiang Feng berbicara, Lin Mei merasakan sesuatu yang bergetar dalam dirinya. Suaranya… itu seperti gema dari masa lalu yang jauh.
"Senang bertemu denganmu, Nona Lin," kata Jiang Feng, matanya menatap Lin Mei dengan intensitas yang membuat jantungnya berdebar tak karuan.
Sejak saat itu, Lin Mei dan Jiang Feng terjebak dalam pusaran perasaan yang membingungkan. Setiap sentuhan, setiap tatapan, terasa seperti deja vu, potongan-potongan memori yang terlupakan mulai muncul ke permukaan. Lin Mei melihat kilasan-kilasan kehidupan masa lalu—pegunungan yang tertutup salju, pertarungan pedang, dan janji setia di bawah pohon plum yang sedang bermekaran.
Sementara itu, Jiang Feng juga dilanda mimpi-mimpi aneh. Dia bermimpi tentang seorang wanita cantik yang menangis, mengulurkan tangan kepadanya di tengah kobaran api. Dia merasakan penyesalan yang mendalam, rasa bersalah yang tak tertahankan.
BAB III: Kebenaran yang Menyakitkan
Perlahan, misteri masa lalu mereka mulai terkuak. Lin Mei menemukan sebuah jurnal tua di rumah leluhurnya, yang menceritakan kisah seorang putri yang jatuh cinta pada seorang jenderal pemberani. Jenderal itu, atas perintah kaisar yang lalim, terpaksa mengkhianati dan membunuh kekasihnya untuk menyelamatkan kerajaannya. Putri itu, sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, bersumpah akan membalas dendam di kehidupan selanjutnya.
Jiang Feng, tanpa dia sadari, adalah reinkarnasi dari jenderal itu. Dia membawa beban dosa masa lalu, dihantui oleh pengkhianatannya. Dia merasakan tarikan kuat terhadap Lin Mei, tanpa menyadari bahwa dia adalah reinkarnasi dari putri yang dia bunuh.
Kebenaran itu menusuk, seperti pedang yang menghunus jantung. Lin Mei merasa marah, dikhianati, dan hancur. Namun, di tengah amarahnya, dia merasakan sesuatu yang lain—kasih sayang. Dia melihat penderitaan di mata Jiang Feng, beban dosa yang dia pikul selama seratus tahun.
BAB IV: Pengampunan dan Keheningan
Lin Mei memutuskan untuk tidak membalas dendam dengan kemarahan. Dia akan membalas dendam dengan keheningan dan pengampunan. Dia menemui Jiang Feng di bawah pohon plum yang sedang bermekaran, replika dari pohon yang menjadi saksi bisu pengkhianatan mereka seratus tahun lalu.
"Aku tahu," kata Lin Mei, matanya menatap Jiang Feng dengan lembut. "Aku tahu apa yang kau lakukan."
Jiang Feng terkejut. Dia berharap Lin Mei akan membalas dendam, membencinya, tapi yang dia lihat hanyalah pengampunan.
"Maafkan aku," bisik Jiang Feng, air mata mengalir di pipinya.
Lin Mei tersenyum, senyum yang tidak menyembunyikan rasa takut lagi, tapi memancarkan kedamaian dan pemahaman. "Aku sudah memaafkanmu sejak lama," jawabnya.
Dia tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia hanya memeluk Jiang Feng, membiarkannya merasakan kehangatan dan cinta yang selama ini dia rindukan. Dia membiarkan Jiang Feng merasakan dampak penuh dari pengampunannya, hukuman yang lebih berat dari dendam apapun.
Setelah itu, Lin Mei menghilang dari kehidupan Jiang Feng. Dia pergi ke sebuah desa terpencil, di mana dia menghabiskan sisa hidupnya dengan damai, menanam bunga dan merawat anak-anak. Jiang Feng, dihantui oleh pengampunan Lin Mei, mendedikasikan hidupnya untuk membantu orang lain, mencoba menebus dosa-dosanya di kehidupan sebelumnya.
Bertahun-tahun kemudian, di suatu malam yang sunyi, Lin Mei mendengar suara bisikan angin yang membawa kata-kata… "Apakah kau ingat… janjiku di bawah pohon plum…?"
You Might Also Like: 151 Rumit Jadwal Premier League